*Field
Study Bali and Jogja 2012 SMAN 2 KS
YOGYAKARTA
- Yusuf Ekspresi
Pagi
itu, Rabu (4/7), rombongan siswa SMAN 2 KS yang tergabung dalam
program perjalanan Field Study Bali and Jogja 2012 telah berkumpul di
pendopo Museum Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta. Ini
merupakan hari kesembilan dari perjalanan mereka dalam program
tersebut.
Sebelumnya,
104 siswa yang mengikuti kegiatan ini telah melakukan penelitian
sosial budaya, ekonomi, dan agama di Bali dan Malang. Di Yogyakarta,
mereka juga telah berkunjung ke kampus Institut Seni Indonesia (ISI)
dan Kampung Code yang berada di bantaran Kali Code, Kota Baru,
Yogyakarta.
Kedatangan
mereka disambut Slamet Wiraatmadja, pengurus museum. Dari penjelasan
Slamet, para siswa banyak mendapat pengetahuan seputar sosok Pangeran
Diponegoro. Ia bercerita bagaimana sepak terjang Pangeran Diponegoro
mengusir penjajah Belanda dari Tanah Jawa.
Bahkan,
para siswa pun diajak berkeliling mengitari monumen. Di salah satu
sudut museum, mereka diperlihatkan sebuah tembok yang tengahnya
bolong. Tembok ini dikenal dengan nama tembok jebol.
Dulu,
Pangeran Diponegoro menjebol tembok ini saat melarikan diri dari
kepungan kompeni pada 20 Juli 1825. Slamet pun mengajak para siswa
masuk ke dalam museum yang terpisah oleh satu bangunan dari tembok
jebol. Di museum ini siswa melihat foto jubah dan makam Pangeran
Diponegoro.
Di
bagian lain, tampak pula silsilah keluarga Pangeran Diponegoro
tertempel di sebuah lemari kayu. “Siapa tahu keluarga saya termasuk
di sini,” celoteh Chandra Rosellidinni, salah satu siswa SMAN 2 KS.
Museum
ini pun menyimpan banyak benda-benda peninggalan perang Diponegoro.
Di antaranya bedil, keris, pedang, tameng, serta tombak. Gamelan pun
turut menjadi barang koleksi dari museum ini.
Usai
melihat-lihat koleksi bersejarah, siswa beristirahat di pendopo yang
terletak di tengah-tengah museum. Kali ini, mereka dijadwalkan
bertemu maestro tari, Didik Hadiprayitno, atau banyak dikenal dengan
nama Didik Nini Thowok.
Para
siswa tampak tak sabar bertemu penari yang sering tampil di televisi
dengan penampilan nyentrik dua topengnya itu. Untuk mengisi waktu
luang, para guru-guru pun bergantian memberi motivasi para siswa agar
tetap bertahan mengikuti program ini.
Mereka
tetap menanti. Satu hingga dua jam terlewati. Saat jam menunjukkan
pukul 08.30, beberapa kru dari Didik Nini Thowok mulai tampak
berseliweran. Mereka mempersiapkan sound
system
untuk dialog. Ada yang memasang tripod untuk dudukan media perekam
yang nantinya menjadi video koleksi Didik dan ada pula yang memasang
kamera.
Tiba-tiba
ada lighting
dari kamera yang muncul di belakang pendopo. Setelah didekati,
ternyata Didik Hadiprayitno sedang duduk santai sambil
berbincang-bincang dengan salah seorang panitia. Mereka tampak serius
berbicara di tengah jepretan kamera dari salah seorang kru.
Acara
pun dimulai. Pembawa acara membuka dengan salam dan langsung
memanggil sang maestro. “Kita beri tepuk tangan kepada Mas Didik
Hadiprayitno,” ujar Eka, pembawa acara.
Pada
awal acara, Didik dipersembahkan dua karya lukisan siswa SMAN 2 KS,
Chandra Rosellidinni, yang telah dipersiapkan sejak Selasa (3/7)
malam. Ia menyambutnya dengan senang, “Terima kasih ini luar biasa,
umur kamu masih 17 tahun tapi sudah bisa menceritakan makna dari
lukisan itu,” ujar Didik pada Chandra.
Sebelumnya,
Chandra mempresentasikan dua lukisannya itu di depan Didik. Dengan
semangat ia menjelaskan warna cat yang dipakai dalam karyanya.
Setelah menerima lukisan itu, Didik langsung memberi instruksi kepada
krunya agar membingkai lukisan itu untuk dipajang di kantornya.
Sang
maestro mengawali dialognya dengan menyoroti pentingnya pembinaan
generasi muda yang mandiri bagi Indonesia. Ia pun menceritakan
dirinya saat pertama kali masuk ISI Yogyakarta pada 1974 lalu.
Terpilih sebagai mahasiswa teladan 1976 dan selesai studi
S-1 pada 1987.
Saat
ini Didik mengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Tari Natya
Lakshita yang di Jalan Godean, Yogyakarta. Meski telah terkenal di
bidangnya, Didik mengaku masih tetap selalu belajar, memperkaya diri
dengan melihat, mendengar, dan merasakan karya orang lain. “Dan
selalu melihat dengan mata hati,” kata seniman yang lahir dengan
nama Kwee
Tjoen Lian ini.
Ia
pun berbicara tentang karakter bangsa Indonesia. Menurutnya, karakter
bangsa ini dapat dibentuk lewat seni dan budaya. “Seni dan budaya
itu tulus, merupakan keindahan dan keagungan Tuhan yang dapat
dinikmati serta dipahami,” ungkapnya.
Ungkapan
perasaan senang, terlontar dari mulutnya ketika ditanya dapat
berkumpul dengan siswa SMAN 2 KS. Menurut Didik, sekolah-sekolah di
Indonesia perlu mengadakan sharing
seperti ini agar dapat memiliki wawasan tentang berbudaya dan
berkesenian. “Belajar dan terus belajar, setidaknya sekarang bisa
lewat Youtube.
Supaya
kalian dapat mengenal bagaimana kayanya seni dan budaya Indonesia,
yang begitu dikagumi dunia,” pesannya.
Diakhir
dialog, Didik berkenan untuk foto bersama dengan para guru dan siswa.
Bahkan ia tak sungkan-sungkan melayani permintaan tanda tangannya ke
baju dan kertas yang diajukan siswa. Bahkan foto berdua pun dilayani
sang maestro satu per satu.
Koordinator
Field Study Bali and Jogja 2012, A Hendrid Suko, bersama guru dan
siswa SMAN 2 KS terlihat amat terkesan dan tidak mengira dapat
bertemu dengan Didik Hadiprayitno. “Kesederhanaannya membuat kita
terkejut, terlebih lagi dia membuka selebar-lebarnya pada siswa yang
hendak studi
di
Yogya, khususnya di ISI, atau berlatih di LKP Tari Natya Lakshita,”
katanya.
Suko
tampak puas dengan berlangsungnya kegiatan ini. Menurutnya, peran
seluruh peserta, panitia, dan orangtua siswa yang mendukung kegiatan
ini, menjadi kunci sukses acara. “Kita sangat berterima kasih
kepada semua pihak yang mendukung kegiatan ini. Ke depan, kita juga
berencana menerbitkan buku dan video dokumenter kegiatan ini,” ujar
Suko. (***)
om, minta emailnya dong. ini Ina dr smandaks.
BalasHapusmolana.japan@gmail.com
BalasHapus