Mengamen |
*Perjalanan Menuju Kampus
Makin aneh saja pengamen sekarang, Rabu
(11/7) di terminal PCI Cilegon perjalanan menuju Serang, ku lihat ada
dua anak perempuan yang mengamen di bus Prima Jasa. Pada awalnya satu
anak hanya duduk-duduk saja, ku pikir itu memang anak dari penumpang
yang menuju ke Serang. Ku biarkan saja, bahkan acuh.
Tapi, setelah bus berjalan dari
ng-temnya di terminal bayang-an PCI menuju gerbang tol Cilegon timur.
Mereka berdua berjalan ke tengah, menenteng sebuah gitar cilik yang
bahkan tak melebih tinggi badannya. Dua bocah itu saling melemparkan
aba-aba, dan satu-dua-tiga. Yak, mereka mulai bernyanyi.
Kembali Berdendang |
Dengan suara yang pas-pasan dan hampir
terkalahkan oleh deru mesin bus, mereka tetap gonjrang-gonjreng
memainkan gitar, sambil mulutnya bernyanyi. Entah lagu apa yang
mereka nyanyikan saat itu, lagunya pun tak terlalu populer di telinga
ku.
Sungguh ironis, memang. Baru ku lihat
ada dua anak perempuan mengamen di bus. Biasanya se-usia mereka,
hanya berani mengamen di pinggir jalan. Itu pun ditemani teman
lelakinya. Dan berpakaian lusuh dan terlihat seperti tidak mandi
seharian.
Tapi kali ini berbeda, mereka
berpenampilan rapih. Bahkan tidak tergolong kotor maupun dekil.
Mereka bersepatu, perpaduan busananya pun terlihat seperti seorang
anak SD yang sederhana dan hendak berlatih upacara bendera. Alat
musiknya pun tidak tergolong kuno, kecrekan yang terbuat dari kayu
dan ditempeli tutup botol kaleng yang dipaku agar tidak terlepas.
Berpikir kembali, se-usia mereka kenapa
tidak bermain? Alasannya pasti karena keterbatasan ekonomi. Jika ada
yang lain, menurut ku itu tak mungkin. Apakah mereka hobi mengamen?
Sehingga bermain-main di dalam bus, bersenang-senang, cekikikan, dan
tertawa riang sambil menenteng gitar cilik. Atau karena bosan berdiam
diri di rumah terus, sehingga butuh penyegaran di luar rumah yang
tempatnya itu bus umum. Ahh, rasanya tidak mungkin karena itu semua.
Dua anak perempuan itu, memang menarik
perhatian ku. Tak seperti anak lelaki yang sering ku lihat mengamen
di bus juga. Rata-rata dari mereka membawa gitar kecil, kecrekan,
botol yakult yang di isi beras atau pasir (jenis alat ngamen ini tak
populer namanya), hingga gendang pipa putih yang atasnya dilapisi
karet ban. Bocah lelaki biasanya memang sering terlihat mengamen di
seputaran Cilegon-Serang.
Saking, tertariknya. Akhirnya ku potret
mereka dan ku jadikan catatan seperti ini. Aku kembali berpikir,
apakah mereka tak dimarahi ibunya. Atau bahkan ibunya yang menyuruh,
aku tak tahu. Dan aku tak ingin men-judge mereka. Rasanya
sangat bersalah jika aku men-judge, sementara aku tak tahu apa-apa
tentang biografi dan kehidupan keluarga mereka.
Harapan ku, semoga mereka tak putus
sekolah, tak padam semangatnya dalam bermusik (bukan ngamen), dan
menjadi artist di panggung Internasional nanti. Banyak peluang.
Terlebih, banyak jalan menuju Roma.
0 komentar:
Posting Komentar