Minggu, 15 Juli 2012

SMAN 2 KS; Study Singkat di ISI Yogyakarta


Berfoto di ISI Yogyakarta


*Catatan perjalanan
Yusuf - YOGYAKARTA

Study Singkat di ISI Yogyakarta
Minat belajar siswa SMAN 2 KS terhadap seni begitu besar, hal itu dibuktikan dalam kunjungannya ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Selasa (3/7). Mereka berkunjung ke Fakultas Seni Pertunjukkan (FSP) dan Fakultas Seni Media Rekam (FSMR). 
Dengan terbagi dua kelompok, mereka memasuki ruang kuliah umum di fakultas masing-masing. Beberapa di antara mereka menanyakan tentang ujian jalur masuk, aktivitas perkuliahan, hingga keasyikan apa yang didapat dari setiap jurusan yang ada.

Bertanya
Chandra Rosselidinni, siswa SMAN 2 KS yang minat dalam seni rupa ini akan mengambil jurusan seni rupa murni FSP di ISI Yogyakarta. Saat berkunjung ke fakultas, ia mengaku mendapat informasi, bahwa pola pembelajaran di sini berbeda dari kampus yang lainnya. Karena lebih memperdalam serta berkonsentrasi pada satu pembelajaran saja.
“Karya-karya lukisan di sini berkarakter kuat, menunjukkan ciri khas pelukisnya. Dan juga belajar di sini tidak ada tuntutan apapun dalam melukis, kita bebas menuangkan ide kita tanpa aturan khusus dari pengajar ,” ujar dia.
Sementara itu di FSMR kunjungan siswa disambut Pembantu Dekan III Pamungkas Wahyu Setiyanto didamping ketua jurusan fotografi dan televisi. Ia pun mengapresiasi kunjungan mereka ke FSMR.
Menurut Pamungkas kunjungan study tour sebaiknya dilakukan ke kampus-kampus di Indonesia. “Selain berwisata dan refreshing, mereka juga mendapatkan pengetahuan dan mempunyai pandangan tentang perguruan tinggi yang akan dituju setelah lulus SMA/K nanti,” ujarnya.
Sejak tahun 2006 hingga sekarang jurusan fotografi dan televisi di FSMR merupakan yang terfavorit, setelah jurusan desain komunikasi visual. Tidak ada kriteria khusus untuk masuk ke fakultas ini.

“Dulu memang ada, karena eranya pakai film (klise). Tapi sekarang zamannya sudah digital, tinggal mengoperasikan dan memaksimalkannya saja. Kita membutuhkan penalaran dan niat saat tes masuk nanti. Selain uji teori, praktek, dan wawancara,” terang Pamungkas. Penelitian selanjutnya akan berkunjung ke Malioboro untuk mengamati kegiatan jual-beli yang ada disana.

Sabtu, 14 Juli 2012

SMAN 2 KS Baksos di Bantaran Kali Code


Saat tiba di kampung Code
  *Catatan Perjalanan
Yusuf - Yogyakarta

SMAN 2 KS Baksos di Bantaran Kali Code
Rasa peduli siswa SMAN 2 KS timbul saat mengunjungi pemukiman warga kampung Code yang terdapat di bantaran kali Code, Kota Baru, Yogyakarta, Selasa (3/7). Dalam rangkaian Field Study Bali and Jogja 2012, mereka pun melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial dengan memberikan bantuan paket sembako. Paket tersebut diserahkan secara simbolik ke Ketua RT kampung Code, Darsam.
Menunggu instruksi
Ia mengatakan, kunjungan seperti ini amat diharapkan. Karena mempunyai dampak positif terhadap anak-anak di kampung, agar mempunyai semangat tinggi dan motivasi untuk belajar.

Dampak positif lainnya, darsam menuturkan, warga kampung dapat termotivasi untuk tidak senantiasa bergelut dalam aktivitas kesehariannya, yakni sebagai buruh dan pemulung sampah. Warga pun dapat saling berhubungan dan bersinggungan secara langsung dengan saudara-saudara yang datang dari luar. Mereka dapat belajar tentang kehidupannya.
“Penelitian yang diadakan siswa SMAN 2 KS ini, kami sambut bahagia. Di sini mereka dapat mengetahui dan melihat secara langsung kehidupan sosial, ekonomi, dan agama masyarakat Code,” ujarnya.
Gotong royong
Di kampung ini, siswa turut meneliti tentang kerukunan beragama, yakni hubungan antara Islam dan Kristen. Darsam mengatakan, tidak ada konflik yang terjadi selama puluhan tahun hidup berdampingan. Bahkan saat hari raya Idul Adha umat muslim saling berbagi daging kurban kepada umat Kristiani.

Selain itu, siswa pun mengamati nilai-nilai kehidupan masyarakat kampung Code yang menjunjung tinggi gotong royong. “Di sini kami semua ikut membantu, merasakan, dan meringankan. Jika ada warga yang mempunyai masalah,” ujar Darsam.
Saat berdiskusi
Ardan Sandi panitia siswa bagian umum menerangkan, kunjungan ke kampung Code bertujuan, supaya siswa SMAN 2 KS turut merasakan pola hidup sederhana dan serba kekurangan. Terlebih lokasinya berada di bantaran kali.

“Saya merasa prihatin atas keadaan ekonomi masyarakatnya, tetapi saya terharu melihat perjuangan mereka untuk tetap hidup walau serba kekurangan,” ujarnya. Ia pun merasa salut kepada masyarakat Code, yang tetap menjaga lingkungan agar terlihat bersih dan nyaman untuk ditinggali.

Belajar Toleransi Umat Beragama di Bali - Catatan Perjalanan (SMAN 2 KS)



Di dalam pura, tour guide menerangkan tentang aktivitas umat Hindu dalam beribadah

*Catatan Perjalanan
Yusuf - DENPASAR

Belajar Toleransi Umat Beragama di Bali
Puri Wisata sebagai penyedia jasa perjalanan wisata yang mendampingi rombongan SMAN 2 KS Field Study Bali and Jogja 2012, memberikan kesan berbeda pada penelitian pertama setibanya di Bali, Jumat (29/6). Rombongan berkunjung ke kawasan Puja Mandala, sebuah tempat peribadahan yang di bangun dalam satu komplek, yakni Masjid, Pura, Vihara, Gereja Protestan, dan Gereja Katolik.
Sedang menaruh canang
Tujuannya, guna meneliti kerukunan dan tingkat toleransi antar umat beragama di Bali. Pemandu wisata Bali Agus Gede Nuryana mengatakan, kunjungan ini memberikan kesan berbeda terutama bagi warga Indonesia. Kerukunan antar umat beragama begitu tinggi disini, dan dari itu pula warga Bali mendapatkan rejeki lebih.
“Kerukunan dan disiplin itu adalah kunci toleransi antar umat beragama. Berbeda keyakinan boleh, tetapi kita harus tetap satu,” ujarnya.
Menurut Agus, siswa SMAN 2 KS merupakan salah satu generasi bangsa yang dapat mengokohkan pundi-pundi Negara ini. Agama itu penting bagi bangsa Indonesia, agar tetap mengendalikan diri dari jaman yang terus berubah dan menguatkan iman kita.
Sementara itu, peserta field study Fitria Putri menjadi lebih tahu akan keunikan dan perbedaan masing-masing agama, mulai dari tata cara ibadah hingga gaya bangunannya. “Ternyata berbeda agama itu tidak membuat pecah satu umat dengan yang lainnya. Terbukti di sini, toleransinya begitu tinggi dan saling menghargai,” ujarnya.
Saat di Gereja
Chief Security Gereja Katolik Rumanus Ritan menilai, kunjungan siswa SMAN 2 KS ini begitu baik dan bagus. Karena dapat menambah pengetahuan hubungan antar umat beragama di Bali.
Selain mengunjungi Kawasan Puja Mandala, rombongan field study turut meneliti jalannya roda perekonomian di Tanjong Benoa dan berlayar untuk meneliti kehidupan penyu di pulau Tanjong Benoa, Denpasar.
Di pantai Kuta pun, siswa tidak hanya refreshing tetapi mewawancarai turis mancanegara untuk dimintai pendapatnya tentang Bali.

Tertarik Melihat Bali Mini - Catatan Perjalanan (SMAN 2 KS)



Upacara Melasti
*Catatan Perjalanan
Yusuf - GIANYAR 

Tertarik Melihat Bali Mini
Bali memang menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara dengan budaya, kesenian, hingga tata cara beribadah mereka menjadi sorotan dunia. Itu pun yang menjadi daya tarik peserta penelitian siswa SMAN 2 KS Cilegon dalam Field Study Bali and Jogja 2012 mengunjungi Bali Culture Center (BCC) atau akrab disebut Bali Mini, Ubud, Gianyar, Sabtu (30/6).
Saat siswa datang, BCC menyambutnya dengan parade melasti. Proses penyambutan yang biasa diadakan saat tahun baru saka, yang bertujuan guna pen-sucian. Lalu di sambung dengan sajian tari sekar jagat, tarian yang dipersembahkan untuk menyambut tamu yang datang ke Bali.
Tari sekar jagat; penyambutan tamu
Pemandu Lokal BCC Gusti Ngurah Adiyatmika mengatakan, siswa dapat mempelajari kebudayaan yang ada di dalam masyarakat Bali, seperti umat beragama Hindu yang membuat canang. “Di sini mereka dijelaskan tentang ritual Barong Bangkal yang fungsinya untuk menolak bala. Lalu prosesi ogoh-ogoh yang diadakan sebelum hari raya Nyepi untuk membangunkan penguasa alam atau Bute Kala agar tidak mengganggu warga saat melakukan Nyepi,” ujarnya.
Ia menambahkan, siswa pun diajak untuk melihat wayang lemat khas Bali yang biasa dipertunjukkan saat upacara berlangsung. Selain itu, mereka diajak untuk melihat prosesi menumbuk padi dan pembuatan minyak kelapa tradisional. Di akhir mereka dipersembahkan tarian Bali, koleksi BCC.

Menonton Wayang Lemat
Gusti menilai, siswa SMAN 2 KS antusias sekali dalam menyimak pemaparan dari pemandu. Mereka menanyakan seputar kebudayaan, tata cara beribadah, hingga adat istiadat. Salah satu siswa sempat menanyakan, mengapa patung Dewi Saraswati memegang gitar.
Ketua pelaksana field study Muhammad Ridho merasa perlu untuk datang ke BCC, karena peserta penelitian dapat menggali dan mengenal lebih dalam kehidupan masyarakat yang ada di Bali.
“Mereka tahu tentang Barong, tari sekar jagat, hingga nama-nama yang dipakai oleh orang Bali. Saya bersama teman-teman, merasa seperti tamu terhormat. Karena untuk dapat mengunjungi tempat ini tidak mudah, tidak sedikit biayanya, dan pelayanannya begitu baik,” ujar dia.
Hari kedua di Bali, peserta penelitian turut mengunjungi Galuh dan Cah Ayu tempat yang mereplika rumah adat Bali. Lalu dilanjutkan ke BCC, serta sanggar tari bali Dana Swara dan Dewa Kompiang Tapa, batik and wood carving (pembuatan batik di bed cover). Malamnya peserta penelitian, akan melakukan presentasi bersama di Hotel Nusa Indah, Denpasar.

Anak Perempuan dalam Panggung Bus Cilegon-Serang


Mengamen
*Perjalanan Menuju Kampus

Makin aneh saja pengamen sekarang, Rabu (11/7) di terminal PCI Cilegon perjalanan menuju Serang, ku lihat ada dua anak perempuan yang mengamen di bus Prima Jasa. Pada awalnya satu anak hanya duduk-duduk saja, ku pikir itu memang anak dari penumpang yang menuju ke Serang. Ku biarkan saja, bahkan acuh.
Tapi, setelah bus berjalan dari ng-temnya di terminal bayang-an PCI menuju gerbang tol Cilegon timur. Mereka berdua berjalan ke tengah, menenteng sebuah gitar cilik yang bahkan tak melebih tinggi badannya. Dua bocah itu saling melemparkan aba-aba, dan satu-dua-tiga. Yak, mereka mulai bernyanyi.
Kembali Berdendang
Dengan suara yang pas-pasan dan hampir terkalahkan oleh deru mesin bus, mereka tetap gonjrang-gonjreng memainkan gitar, sambil mulutnya bernyanyi. Entah lagu apa yang mereka nyanyikan saat itu, lagunya pun tak terlalu populer di telinga ku.
Sungguh ironis, memang. Baru ku lihat ada dua anak perempuan mengamen di bus. Biasanya se-usia mereka, hanya berani mengamen di pinggir jalan. Itu pun ditemani teman lelakinya. Dan berpakaian lusuh dan terlihat seperti tidak mandi seharian.

Tapi kali ini berbeda, mereka berpenampilan rapih. Bahkan tidak tergolong kotor maupun dekil. Mereka bersepatu, perpaduan busananya pun terlihat seperti seorang anak SD yang sederhana dan hendak berlatih upacara bendera. Alat musiknya pun tidak tergolong kuno, kecrekan yang terbuat dari kayu dan ditempeli tutup botol kaleng yang dipaku agar tidak terlepas.
Berpikir kembali, se-usia mereka kenapa tidak bermain? Alasannya pasti karena keterbatasan ekonomi. Jika ada yang lain, menurut ku itu tak mungkin. Apakah mereka hobi mengamen? Sehingga bermain-main di dalam bus, bersenang-senang, cekikikan, dan tertawa riang sambil menenteng gitar cilik. Atau karena bosan berdiam diri di rumah terus, sehingga butuh penyegaran di luar rumah yang tempatnya itu bus umum. Ahh, rasanya tidak mungkin karena itu semua.
Dua anak perempuan itu, memang menarik perhatian ku. Tak seperti anak lelaki yang sering ku lihat mengamen di bus juga. Rata-rata dari mereka membawa gitar kecil, kecrekan, botol yakult yang di isi beras atau pasir (jenis alat ngamen ini tak populer namanya), hingga gendang pipa putih yang atasnya dilapisi karet ban. Bocah lelaki biasanya memang sering terlihat mengamen di seputaran Cilegon-Serang.
Saking, tertariknya. Akhirnya ku potret mereka dan ku jadikan catatan seperti ini. Aku kembali berpikir, apakah mereka tak dimarahi ibunya. Atau bahkan ibunya yang menyuruh, aku tak tahu. Dan aku tak ingin men-judge mereka. Rasanya sangat bersalah jika aku men-judge, sementara aku tak tahu apa-apa tentang biografi dan kehidupan keluarga mereka.
Harapan ku, semoga mereka tak putus sekolah, tak padam semangatnya dalam bermusik (bukan ngamen), dan menjadi artist di panggung Internasional nanti. Banyak peluang. Terlebih, banyak jalan menuju Roma.  

Wartawan


Wartawan profesi nan mulya menginformasikan setiap kejadian terpenting yang ada di muka bumi. Mengolah isu untuk dijadikan sebuah bacaan yang penting untuk disajikan kepada pembaca. Pergi ke suatu tempat nun jauh hanya untuk memberitakan saudara-saudaranya yang sedang tertimpa musibah atau pun kelaparan. Meliput kejadian di tengah desingan peluru, ditengah demonstrasi atau amuk masa. Potret sana, potret sini. Tak habis bertanya kepada sekelilingnya untuk mendapatkan informasi yang akurat.
Tak jarang dari mereka yang tertembak, meninggal. Kelaparan, jadi tawanan atau korban kekerasan dan pukulan dari aparat keamanan.
Apakah mereka yang menganggap wartawan tetap licik, picik, pemeras. Semuanya dilakukan oleh oknum, yang tak menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Sekali lagi ini, pendapat ku. Bukan pendapat publik dari seluruh wartawan.
Aku yang bercita-cita menjadi wartawan Internasional, seorang yang lahir dari keluarga sederhana. Dimana garis keturunannya tidak ada yang tercatat berprofesi sebagai wartawan. Entah ini ilham dari mana.
Lab TV, Serang 11 Juli 2012 

Jumat, 06 Juli 2012

Dari Kampung Code hingga Bertemu Didik Thowok


*Field Study Bali and Jogja 2012 SMAN 2 KS
YOGYAKARTA - Yusuf Ekspresi 

Pagi itu, Rabu (4/7), rombongan siswa SMAN 2 KS yang tergabung dalam program perjalanan Field Study Bali and Jogja 2012 telah berkumpul di pendopo Museum Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta. Ini merupakan hari kesembilan dari perjalanan mereka dalam program tersebut.

Sebelumnya, 104 siswa yang mengikuti kegiatan ini telah melakukan penelitian sosial budaya, ekonomi, dan agama di Bali dan Malang. Di Yogyakarta, mereka juga telah berkunjung ke kampus Institut Seni Indonesia (ISI) dan Kampung Code yang berada di bantaran Kali Code, Kota Baru, Yogyakarta.

Kedatangan mereka disambut Slamet Wiraatmadja, pengurus museum. Dari penjelasan Slamet, para siswa banyak mendapat pengetahuan seputar sosok Pangeran Diponegoro. Ia bercerita bagaimana sepak terjang Pangeran Diponegoro mengusir penjajah Belanda dari Tanah Jawa.

Bahkan, para siswa pun diajak berkeliling mengitari monumen. Di salah satu sudut museum, mereka diperlihatkan sebuah tembok yang tengahnya bolong. Tembok ini dikenal dengan nama tembok jebol.

Dulu, Pangeran Diponegoro menjebol tembok ini saat melarikan diri dari kepungan kompeni pada 20 Juli 1825. Slamet pun mengajak para siswa masuk ke dalam museum yang terpisah oleh satu bangunan dari tembok jebol. Di museum ini siswa melihat foto jubah dan makam Pangeran Diponegoro.

Di bagian lain, tampak pula silsilah keluarga Pangeran Diponegoro tertempel di sebuah lemari kayu. “Siapa tahu keluarga saya termasuk di sini,” celoteh Chandra Rosellidinni, salah satu siswa SMAN 2 KS.

Museum ini pun menyimpan banyak benda-benda peninggalan perang Diponegoro. Di antaranya bedil, keris, pedang, tameng, serta tombak. Gamelan pun turut menjadi barang koleksi dari museum ini.

Usai melihat-lihat koleksi bersejarah, siswa beristirahat di pendopo yang terletak di tengah-tengah museum. Kali ini, mereka dijadwalkan bertemu maestro tari, Didik Hadiprayitno, atau banyak dikenal dengan nama Didik Nini Thowok.

Para siswa tampak tak sabar bertemu penari yang sering tampil di televisi dengan penampilan nyentrik dua topengnya itu. Untuk mengisi waktu luang, para guru-guru pun bergantian memberi motivasi para siswa agar tetap bertahan mengikuti program ini.

Mereka tetap menanti. Satu hingga dua jam terlewati. Saat jam menunjukkan pukul 08.30, beberapa kru dari Didik Nini Thowok mulai tampak berseliweran. Mereka mempersiapkan sound system untuk dialog. Ada yang memasang tripod untuk dudukan media perekam yang nantinya menjadi video koleksi Didik dan ada pula yang memasang kamera.

Tiba-tiba ada lighting dari kamera yang muncul di belakang pendopo. Setelah didekati, ternyata Didik Hadiprayitno sedang duduk santai sambil berbincang-bincang dengan salah seorang panitia. Mereka tampak serius berbicara di tengah jepretan kamera dari salah seorang kru.

Acara pun dimulai. Pembawa acara membuka dengan salam dan langsung memanggil sang maestro. “Kita beri tepuk tangan kepada Mas Didik Hadiprayitno,” ujar Eka, pembawa acara.

Pada awal acara, Didik dipersembahkan dua karya lukisan siswa SMAN 2 KS, Chandra Rosellidinni, yang telah dipersiapkan sejak Selasa (3/7) malam. Ia menyambutnya dengan senang, “Terima kasih ini luar biasa, umur kamu masih 17 tahun tapi sudah bisa menceritakan makna dari lukisan itu,” ujar Didik pada Chandra.

Sebelumnya, Chandra mempresentasikan dua lukisannya itu di depan Didik. Dengan semangat ia menjelaskan warna cat yang dipakai dalam karyanya. Setelah menerima lukisan itu, Didik langsung memberi instruksi kepada krunya agar membingkai lukisan itu untuk dipajang di kantornya.

Sang maestro mengawali dialognya dengan menyoroti pentingnya pembinaan generasi muda yang mandiri bagi Indonesia. Ia pun menceritakan dirinya saat pertama kali masuk ISI Yogyakarta pada 1974 lalu. Terpilih sebagai mahasiswa teladan 1976 dan selesai studi S-1 pada 1987.

Saat ini Didik mengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Tari Natya Lakshita yang di Jalan Godean, Yogyakarta. Meski telah terkenal di bidangnya, Didik mengaku masih tetap selalu belajar, memperkaya diri dengan melihat, mendengar, dan merasakan karya orang lain. “Dan selalu melihat dengan mata hati,” kata seniman yang lahir dengan nama Kwee Tjoen Lian ini.

Ia pun berbicara tentang karakter bangsa Indonesia. Menurutnya, karakter bangsa ini dapat dibentuk lewat seni dan budaya. “Seni dan budaya itu tulus, merupakan keindahan dan keagungan Tuhan yang dapat dinikmati serta dipahami,” ungkapnya.

Ungkapan perasaan senang, terlontar dari mulutnya ketika ditanya dapat berkumpul dengan siswa SMAN 2 KS. Menurut Didik, sekolah-sekolah di Indonesia perlu mengadakan sharing seperti ini agar dapat memiliki wawasan tentang berbudaya dan berkesenian. “Belajar dan terus belajar, setidaknya sekarang bisa lewat Youtube. Supaya kalian dapat mengenal bagaimana kayanya seni dan budaya Indonesia, yang begitu dikagumi dunia,” pesannya.

Diakhir dialog, Didik berkenan untuk foto bersama dengan para guru dan siswa. Bahkan ia tak sungkan-sungkan melayani permintaan tanda tangannya ke baju dan kertas yang diajukan siswa. Bahkan foto berdua pun dilayani sang maestro satu per satu.

Koordinator Field Study Bali and Jogja 2012, A Hendrid Suko, bersama guru dan siswa SMAN 2 KS terlihat amat terkesan dan tidak mengira dapat bertemu dengan Didik Hadiprayitno. “Kesederhanaannya membuat kita terkejut, terlebih lagi dia membuka selebar-lebarnya pada siswa yang hendak studi di Yogya, khususnya di ISI, atau berlatih di LKP Tari Natya Lakshita,” katanya.

Suko tampak puas dengan berlangsungnya kegiatan ini. Menurutnya, peran seluruh peserta, panitia, dan orangtua siswa yang mendukung kegiatan ini, menjadi kunci sukses acara. “Kita sangat berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung kegiatan ini. Ke depan, kita juga berencana menerbitkan buku dan video dokumenter kegiatan ini,” ujar Suko. (***)