Sabtu, 30 Juni 2012

SMAN 2 KS: Menikmati Bangunan Kuno di Jatim


PROBOLINGGO – Menikmati jalanan di Provinsi Jawa Timur memang mengasyikkan, terdapat bangunan unik dan bersejarah disepanjang jalannya. Saat tiba dipersinggahan pertama, yakni Kabupaten Tuban, Jawa Timur pada 04.30 WITA peserta field studyBali and Jogja 2012 SMAN 2 KS Cilegon turun untuk menunaikan ibadah salat subuh di Masjid Agung Tuban yang juga tempat wisata religi makam Sunan Bonang.
Melewati Tuban-Lamonganterasa seperti berada di jaman Jawa kuno, karena becak tradisional masih bersilwean memenuhi sisi jalan. Namun ada juga becak motor dan brendi atau dokar yang sesekali menarik perhatian rombongan. Menurut Koordinator kegiatan A Hendrid Suko, masyarakat Tuban-Lamongan sekarang sudah sadar akan teknologi yang maju.
“Mereka memanfaatkan teknologi untuk menarik becak menggunakan tenaga motor, bukan manusia lagi,” ujar guru SMAN 2 KS yang berasal dari Tuban ini.  Disini, tambah Suko, jalanannya terlihat bersih dan tidak berlubang. Itu karena akses jalannya yang diperhatikan Walikota atau Bupati.
“Di Tuban terdapat benda-benda peninggalan sejarah, seperti uang jaman kuno dan guci. Akibat tenggelamnya kapal perang tentara Tar-tar dari Mongolia,” ceritanya. Sepanjang Tuban hingga Gresik, Suko terus berbagi cerita kepada siswanya tentang mayoritas masyarakat di daerah itu yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.
 “Di sini beberapa masyarakatnya berbicara dengan nada tempramental, karena seringnya mereka mencari ikan dilaut. Harga perahunya pun mencapai satu hingga dua milyar,” ujar dia.
Sementara itu peserta field study Marcela Defita merasa ingin menekuni traveliing setelah melihat-lihat bangunan unik di Tuban, terlebih ada desa yang bernama Brondong. “Bangunannya masih bergaya Jawa kuno dan pantai-pantainya bersih, tapi sayang kurang terawat,” ujar dia.
Selain itu Marcela mengaku nyaman atas pelayanan jasa PO (Pengusaha Otobis) Armada Jaya Perkasa. Driver Pariwisata Armada Asep Deny Darmawan mengatakan, jika dalam mengemudikan bus itu tergantung situasi jalan.
“Kecepatan berkendara itu harus diimbangi dari arus arah berlawanan dan juga keinginan penumpang. Kecepatan minimalnya 70-80 Km/Jam dan maksimalnya 100 Km/Jam,” ujarnya yang sudah 9 tahun mengabdi di PO ini. Ia juga merasa enjoy dalam perjalanan ini, karena bersama rombongan saling melemparkan guyon.
Rombongan field study telah melewati Tuban-Lamongan-Gresik-Surabaya-Porong-Siduarjo-Bangil-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi. Setelah itu perjalanan akan dilanjutkan ke Pulau Bali menggunakan kapal laut di Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur. Dan beristirahat di Hotel Puri Nuansa Indah I & II. (yusuf)

Jumat, 29 Juni 2012

SMAN 2 KS: Pnitia Jaga Kekompakan, Peserta Menahan Rindu


BREBES – Rombongan SMAN 2 KS Rabu (27/6) malam sekira pukul 02.00 WIB memulai keberangkatan Field Study Bali and Jogja 2012 ketiga provinsi yakni Bali, Malang, dan Yogyakarta. Terdapat tiga bus rombongan yang berisi 104 peserta, 10 guru pendamping, dan satu orang anggota polisi resort Cilegon.  
Sebelum keberangkatan Guru SMAN 2 KS sekaligus koordinator kegiatan A Hendrid Suko berpesan kepada peserta, agar menjaga keselamatan diri dan bersikap seramah mungkin didaerah yang dikunjungi. “Kita ini membawa nama baik SMAN 2 KS buatlah agar terlihat baik dimata masyarakat dan saling menghormati budaya, norma-norma, serta tempat disetiap daerah,” ujar dia saat memaparkan pesannya kepada peserta. Ia juga berpesan agar saling menjaga kekompakan sesama rombongan dan saling peduli  satu dengan yang lainnya. Karena itu akan membuat kegiatan berlangsung lancar.
Menurut Suko, pada hari pertama ini peserta begitu menikmati perjalanan dan sangat tertib. Dalam melaksanakan ibadah peserta pun bersikap disiplin. Ia menilai kinerja tim panitia terihat profesional, untuk usia SMA bisa dibilang nilainya sangat memuaskan.
“Saya berterima kasih pada orangtua panitia yang telah mempercayakan mereka untuk mengelola kegiatan dengan baik,” kata Suko.
Untuk menjalin kelancaran antar panitia, koordinator lapangan (korlap) yang bertanggung jawab atas teknik di lapangan selalu berkoordinasi antar korlap lain yang berjumlah enam orang. Mereka saling memberikan informasi dan instruksi yang jelas kepada peserta.
Korlap bus I Lara Amelia mengatakan, ada 15 kelompok di penelitian yang nantinya disetiap satu kelompok terbagi lima orang. “Tugas kita mengatur jadwal acara, memanajemen peserta agar tertib dan teratur, hingga pembagian kelompok penelitian. Ini merupakan pembelajaran bagi kami dalam memanajemen setiap orang yang berbeda karakter,” ujar dia.
Lara bersama panitia lainnya saling menjaga kekompakan satu sama lain. Dari pembekalan sebelum field study panitia menyatukan tekad, untuk menjaga keharmonisan dan komunikasi yang baik antar panitia.
Sementara itu, salah satu peserta Sandi Pantresna mengaku rindu pada orangtua, karena tidak bertemu mereka selama field study. Hal ini ia siasati dengan menjalin komunikasi setiap hari lewat mengirimkan pesan pendek dan menelpon orangtuanya.
Hal senada pun dikatakan peserta Gradiena Suprawarman yang merasa sedih, karena jauh dari orangtua. “Biasanya setiap hari bertemu dirumah dan kumpul bersama. Disisi lain saya pun merasa senang karena bisa berkumpul juga dengan teman-teman,” ujar dia.
Hingga berita ini ditulis, peserta sudah melewati sembilan gerbang tol utama mulai dari gerbang tol Cikupa, Tangerang, Banten hingga Tol Kanji-Pejagan, Brebes, Jawa Tengah. Dan menghabiskan waktu perjalanan selama 24 jam. (yusuf)

Jumat, 08 Juni 2012

Cilegon Masih Berbenah Diri Soal Kesehatan

Kondisi kesehatan masyarakat Banten memang belum sepenuhnya beres, namun Wakil Ketua II DPRD Cilegon Hasbudin menilai sudah baik secara umum. Perlunya penyuluhan yang lebih intensif dari dinas terkait tentang hal ini. Ia mengatakan di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Pentingnya penataan lingkungan menjadi salah satu faktor untuk menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat Banten. Namun, dewan pilihan asal Merak ini tidak memungkiri masalah-masalah yang terjadi di sana-sini. “Masyarakat pinggiran kota pun masih membuang kotoran di bantaran sungai. Ini menciptakan lingkungan yang kurang bersih. Di desa pun sama, mereka sering BAB (Buang Air Besar) di kebun, karena belum memiliki tempat MCK (Mandi Cuci Kakus),” ujar Hasbudin.
Ia menilai MCK yang masih jarang dimiliki masyarakat desa atau pinggiran kota, merupakan masalah yang harus di tanggung bersama. Kepala keluarga misalkan, jangan hanya menunggu bantuan dari pemerintah, karena itu sifatnya memotivasi. Programnya satu kampung satu MCK. Mulailah dari diri sendiri, pikirkan bagaimana anggota keluarga tidak membuang kotoran sembarangan, tambah Hasbudin.
Menurutnya salah satu faktor yang menyebabkan hal itu, yakni air. Tidak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan aktivitas MCK, jika kurangnya ketersediaan air di wilayah tempat tinggalnya. Hasbudin menyarankan, paling tidak ada jamban umum dalam satu RT.
DPRD Kota Cilegon menganggarkan setiap tahunnya untuk menanggulangi masalah ketersediaan air. Seperti pembuatan sumur dangkal atau bor, guna wilayah yang tidak terjangkau PDAM. Sumur ini akan bermanfaat bagi masyarakat untuk mengonsumsi dan menggunakan air bersih, misal kebutuhan mandi, mencuci, serta air minum. Wilayah seperti perbukitan yang sulit untuk sumur bor, akan dibuatkan semacam penampungan air.
“Nantinya PDAM menyuplai air dari bawah dan kita siapkan tangki penampungan untuk itu,” terang Hasbudin.
Menurutnya Cilegon belum maksimal dalam mengatasi kesehatan, ini dianggap wajar. Karena Kota Baja masih berbenah diri di usia yang ke-13. Faktanya masih banyak rakyat yang hidup dipinggiran atau desa, tetapi tingkat kesehatannya masih rendah. Adapun upaya yang dilakukan, itu hanya setengah-setengah. Sebab terkendala masalah anggaran.
Hampir di seluruh kecamatan di Kota Cilegon belum mendapat pelayanan kesehatan yang layak terlebih pola hidupnya. Perumahan layak atau Komplek yang berdiri di kecamatan Cilegon, Cibeber, atau Jombang hanya pada penataannya saja. “Buktinya masih berjejer rumah yang berdekatan dengan pembuangan limbah rumah tangga. Pemerintah Kota Cilegon sangat bertanggung jawab atas hal ini,” kata anggota dewan berkacamata ini.
Terkait kader posyandu di desa yang mulai tidak aktif, menurutnya itu perlu dipertanyakan. Karena bisa jadi itu soal lambatnya penyaluran honor ke kader.
Sementara itu Hasbudin turut prihatin terhadap masyarakat yang masih makan nasi aking. “Mereka tidak mampu untuk membeli beras satu kilo karena di anggota keluarganya ada enam hingga tujuh orang. Jika dimasak dan dimakan saat itu juga, akan habis,” ujarnya. Ia menambahkan, kalau pun beli nasi aking itu bisa dapat dua atau tiga kilo, itu penghematan.
Dalam meningkatkan kesehatan di Cilegon, sarannya adalah terus menggalakkan dan membudayakan hidup sehat. Hal ini dapat dilakukan dari diri sendiri dan berlanjut ke lingkungan. “Tidak mesti kaya, yang penting kesadarannya terhadap lingkungan yang bersih itu ada. Jika lantainya tanah, namun pola hidupnya bersih itu akan menjadikan jiwa sehat,” kata Hasbudin.

Artikel yang dibuat dari hasil wawancara dengan Wakil Ketua II DPRD Kota Cilegon Hasbudin, SH.