Selasa, 01 Mei 2012

Rokok itu Kapitalisme Baru

Banyak orang merokok di Indonesia, saat ini pun di sekiling kita, mulai dari teman kantor, kuliah, sekolah, dll. Saya tidak bermaksud untuk menyinggung Saudara, kalau semua teman Saudara itu pandai menghisap sebatang tembakau penuh racun ini. Saya pun bukan orang yang 'suci' dari rokok. Namun hingga saat ini saya menahan untuk tidak merokok sebatang-dua batang rokok kembali. Hal ini saya lakukan karena mendapat suatu pencerahan oleh video dokumenter yang dibuat orang Amerika. Objeknya perokok di Indonesia umumnya di Negara berkembang.

Ini kapitalisme yang dilakukan dalam bentuk baru menurut Ku. Sekilas di Amerika dahulu, Marlboro menjadi merek rokok terkenal sekaligus gengsi bagi orang dewasa di sana. Ibarat kata kalau di Indonesia itu 'Macho'. Laki-perempuan hingga dokter pun ikut menghisap tembakau bakar ini. Mereka merasa seksi jika merokok, namun perusahaan penghasil rokok menutupi satu fakta publik. Rokok dapat membunuh ‘penghisapnya’ secara perlahan dengan 4,000 ribu bahan kimia dan 400 racun yang terkandung di rokok (saya kutip dari http://media-islam.or.id).

Nah, di Amerika harga rokok pada 2011 adalah $12, jika di rupiahkan mencapai Rp. 108,000. Dengan asumsi $1 = Rp. 9,000. Mungkin saat ini sudah naik kembali, entah lah saya tidak pernah mengecek langsung ke sana. Saat ini juga di Indonesia harga rokok berkisar Rp. 12,000. Murah bukan? Harga beras standarnya Rp. 8,000, itu pun Saudara sudah mendapatkan beras bebas kutu dan apek.

Tahu produk Sampoerna Mild kan? Yang slogannya ‘Go Ahead’ itu salah satu turunan produk Marlboro. Saudara secara tidak sadar telah di hipnotis oleh iklan di televisi, billboard jalan, atau spanduk di warung-warung masyarakat. Saat itu juga Sampoerna Mild menanamkan ingatan ke dalam pikiran bawah sadar kita untuk terus mengingat logo ‘R’ merah itu, sebut saja Mild.

Konsumennya kebanyakan umur 13 – 30. Anak SMP, mahasiswa, pekerja kantoran-lapangan, tukang sopir, tukang ojek, PNS, dan lainnya. Merokok di pinggir jalan, bus, kampus, warung kecil, tempat nonkrong (cafe, dkk), sambil jalan, loteng, kamar, dan masih banyak tempat lainnya.

Berapa omzetnya? Pasti sangat besar, perhatikan dari sekian banyak konser band lokal, nasional hingga internasional. Mereka yang men-sponsori konser itu, mahal sekali bukan konsernya? Salah satun konsernya, Flo-Rida, rapper asal amerika. Bayangkan berapa rupiah yang digelontorkan untuk menggelar konser itu?

Produk rokok ini salah satu penyumbang dana Amerika, yang kita tahu mayoritas produknya kapitalisme.

Lantas bagaimana mengatasi keterjangkitan rokok dari diri dan lingkungan kita? Mulai dari diri sendiri sudah pasti. Mengingatkan lingkungan sekitar kita sudah pasti. Kantor kedinasan, ruang ber-AC, sekolah, beberapa kampus, kantor perusahaan swasta, pom bensin, puskesmas, mall, dan banyak lainnya sudah menerapkan aturan di larang merokok. Jika merokok petugas keamanan atau OB atau orang yang sadar akan menegur orang yang menghisap si ‘putih’ kecil berasap ini.

Lantas apalagi yang musti dilakukan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kesehatan penduduknya? Atau kita sebagai orang yang terganggu atas dampak asap rokok dan peduli terhadap kesehatan? Saya menyarankan untuk mensosialisasikan, sadar akan dampak rokok terhadap kesehatan maupun ekonomi. Terutama ke sekolah atau perguruan tinggi. Karena di tempat ini lah generasi bangsa terdidik, kaum intelektual muncul setiap detiknya. Mereka akan mampu mengkomunikasikan itu dengan baik ke lingkungannya.

Secara perlahan kita akan sadar dampak rokok terhadap kesehatan. Jika sudah tahu ‘Berlian itu mahal, kenapa kita tidak menjualnya’ jika tahu ‘Api itu panas, harus lah kita menghindarinya’.

Begitu pun rokok, perlahan masyarakat kita akan peduli terhadap kesehatannya. Sekarang saja pengobatan atau pelayanan kesehatan gratis sudah bermunculan dimana-mana. Itu karena masyarakat kita sudah sadar akan pentingnya memiliki tubuh dan jiwa yang sehat. Mengurangi iklan di media massa dan papan billboard merupakan salah satu cara juga, dalam mengurangi branding, atau citra baik rokok, di benak masyarakat.

Jika pemerintah secara frontal mem-PHK atau menutup perusahaan rokok, akan banyak pekerja yang demo lantas frustasi mencari pekerjaan yang semakin susah di dapat. Pendapatan Indonesia akan menyusut drastis, karena rokok menyumbang upah besar untuk negara.

Baikkah rokok untuk negara berkembang seperti Indoneisa? Silahkan di pertimbangkan. Salam Sehat!

0 komentar:

Posting Komentar