Asiknya, Snorkel di Karang 'Meong'
Tepat jam 11 siang ku mulai perjalanan menuju Karang Meong,
Bandulu, Anyer. Ku pacu langkah cepat-cepat demi kesempatan yang
indah ini, berminggu-minggu sudah otak ku penat karena setumpuk tugas
kuliah dan pekerjaan yang tanpa jeda terus mengejar ku hingga minggu
ke empat dalam bulan April ini.
Setelah sampai di perempatan Warnasari Cilegon alamat tempat
tinggal ku, disitu menyetop angkutan umum jurusan Anyer. Dalam
perjalanan ku isi dengan kebiasaaan lama, membaca. Tetapi setelah 37
menit angkutan yang ditumpangi tiba-tiba bergoyang ke kanan, lantas
aku terkejut dengan itu. Setelah di amati, lubang berukuran dua meter
dengan kedalaman tidak sampai satu meter telah mengusik konsentrasi
membaca ku. Melewati jalan yang tak pantas dilewati ini, dalam hati
berkecamuk seperti inikah jalan yang pantas untuk dilalui wisatawan
yang ingin melihat dan berenang menikmati indahnya pantai Anyer.
Namun apa daya satu-satunya jalur yang dapat dilalui angkutan umum
hanyalah itu. Sebenarnya dapat saja membawa kendaraan pribadi,
melewati jalur mancak agar lebih nyaman. Kita pub dapat menyiram mata
dengan warna-warna hijau dari hamparan sawah yang terbentang luas
serta pohon-pohon berumur 5 tahun di kanan-kiri, jalan begitu rindang
untuk dilalui. Jalur itu akan tembus di pasar tepat di lapangan Anyer
yang berhadapan dengan Masjid Agung.
Setelah menempuh satu jam perjalanan bersama penumpang dan abang
supir angkutan umum berwarna silver, aku mengeluarkan kocek Rp.
5.000. Sampailah aku di depan hotel Jayakarta. Usai turun dari
angkutan, aku berjalan menuju basecamp Bandulu Surfing Club (BSC)
tepat di tempat itu brother-brother enjoy menikmati angin dan
mengamati Ombak.
Oh, ia aku ke tempat bernuansa kafe itu bukan sekedar
nongkrong-nongkrong tanpa alasan ataupun bermain pasir membuat istana
bersama anak berumur lima tahun, yang kadang terkikis ombak jika
menepi. Tujuan ku saat itu menemui teman semasa putih abu, Aldy
Suardi.
Sapa, saja ia Bek. Begitu akrab jika kalian memanggilnya seperti
itu. Nama ku Ucup kawan-kawan, mirip sunda tapi biarlah toh orangtua
ku yang memberi nama itu. Bek menyambut ku sehangat dulu, “Apa
kabar, brother? Sibuk aja
nih, nggak sempat nyicipin ombak kemarin-kemarin,” katanya sambil
menyuruh ku duduk di bangku kayu jati. Beberapa bulan lalu memang
ombak sedang asik untuk diajak bermain, entahlah padahal kemarin
musim barat. Mungkin alam berbicara lain untuk ini.
Kopi hangat khas bercampur susu, langsung disuguhi Bek di hadapan
ku. “Santai dulu lah, lagian di jalan capek kan? Banyak lubang yang
nggak ke tutup,” tutur pria berumur 20 tahunan ini. Saat itu juga
tanpa Ba Bi Bu, ku seruput kopi itu. Perlahan menikmati harumnya biji
kopi yang diolah secara modern bercampur khasnya susu, sangat nikmat
kawan. Indonesia memang rajanya kopi. Terasa hangat setelah kopi itu
menelusuri bagian rongga mulut ku, sambil terpaan angin memanggil ku
untuk segera terjun. Ahh, mungkin ini pertanda angin pantai dan ombak
tahu akan keinginan ku hari ini.
Melihat ombak yang saling berkejaran rasanya tak sampai setinggi
lima meter sekedar untuk memanasi papan surfing yang
sudah lama tak ku goda tubuhnya. Tapi, Bek punya strategi lain untuk
ini yakni Snorkeling.
“Snorkeling? Dimana?,” tanya
ku. “Wah ketinggalan info nih, brother. Tenang
aja pokoknya ngikut saya aja,” tutur Bek.
Walaupun ini akan menjadi pengalaman pertama, sepertinya aku
mempunyai feel yang pas untuk
berenang melihat indahnya karang. Setelah menyeruput kopi
hingga setengah gelas dan jam tangan menunjukkan 14.30 WIB, aku
bersama Bek mempersiapkan peralatan seperti Mask AmScuD, dan fin.
Cukuplah itu, kami berdua meluncur ke spot snorkel, Karang Meong.
"Dulunya pernah ditemuin karang berbentuk kucing di spot ini
makanya dinamain karang meong," cerocos Bek pada ku ketika
menuju spot sambil menyusuri garis pantai sepanjang 500 meter untuk
sampai ditempat itu. Tak sampai 15 menit usai berjalan di tengah
tajamnya karang yang bisa merobek permukaan kulit akhirnya tiba di
spot.
Berbekal surfboard berukuran kecil kami langsung
menceburkan diri. "Kalau udah nyampe spot jangan sampe injek
karang ya cup, ntar saya hukum," ujar Bek memperingatkan ku.
Itulah pelajaran pertama yang harus ku ingat, karang membutuhkan
waktu lama untuk berkembang menjadi indah dan tumbuh sesuai ukurannya
bahkan hingga 100 tahun lamanya, untuk tempat seperti 'nemo'
bernaung.
Tak lama aku paddle (istilah mendayung saat tubuh berada di
surfboard) hampir sampai di spot Bek menyuruh ku untuk memakai Mask
AmScuD dengan rapat, dan kembali memperingatkan agar kaki ku jangan
sampai turun menginjak karang. Tanpa do re mi, Bek men-training ku
sesaat untuk menggunakan peralatan snorkel. Ahh tidak mudah ternyata
bernafas menggunakan mulut melalui pipa kecil menjulang ke atas untuk
mengambil oksigen (O2). Beberapa latihan singkat, jujur aku merasa
gugup dan panik, namun itu tak lama. Mulai lah aku beradaptasi dengan
alat penyiksa hidung itu.
Berhasil menguasai Mask AmScuD aku dituntun menuju spot utama,
sebenarnya jantung ini masih berdegup kencang dan nafas masih
ngos-ngosan layaknya pemanjat tebing yang baru sampai dakian
setengahnya.
Tapi, belum sampai spot utama aku memberanikan diri untuk melongok
ke bawah air dan ternyata 'Subhanallah' kawan-kawan, takjub saya
melihatnya. Karang lebar dengan warna oranye kemerah-merahan
menyambut kedatangan saya. Terus saya lanjutkan ke depan, dan semakin
tertantang untuk lebih jauh mengitari spot snorkeling. Dan 'Wow'
terumbu karang lain turut menyapa ku, berwarna-warni, ungu, merah
kepiting, hijau muda, sampai hijau tua. Bercampur menjadi satu di
beberapa tempat terpisah dengan ukuran berbeda.
Bertemu Chaetodontidae
ikan jenis gepeng yang mempunyai warna hitam, kuning, oranye, dan
putih dengan moncong di mulutnya. Ku amati sedang mematuk-matuk ke
karang sepertinya ia sedang menikmati santap siangnya, dengan menu
plankton, atau alga. Menjumpai ikan lucu dan indah ini sebelumnya
hanya pernah ku jumpai di televisi atau video youtube saja. Tapi saat
ini aku benar-benar nyata, melihatnya dengan mata secara telanjang
mengitari karang.
Pengalaman yang indah, menakjubkan. Menjumpai karang berjenis
bunga, bentuk piringan bertumpuk pun ku jumpai hingga karang
berwarna-warni berjejer indah sesuai susunan anak tanggu lagu. Begitu
indah untuk dilihat dan dinikmati. Spot yang saya datangi tidak lah
dalam, tapi dangkal berjarak 4M hingga 1M. Sebabnya kita snorkel
disiang hari. Kehati-hatian mulai teruji disini, pesan Bek pun
terngiang-ngiang keras di telinga ku.
Karang-karang indah ini berjejer tepat didepan muka ku. Perlu
kehati-hatian yang ekstra untuk melihatnya, tapi sangat beruntungnya
diri ku dapat melihat pemandangan sedekat ini. Lagi, Subhanallah
ciptaan Allah SWT ini.
Beberapa lama aku menyelam, ku naikkan kepala untuk beradaptasi
dengan udara menggunakan hidung melepas Mask AmScuD, dan ngobrol
dengan Bek. "Kalau aja cuacanya nggak mendung pasti keren cup,
nggak kalah lah sama Bunaken," katanya. Sayangnya hoki ku tidak
bagus cuaca pun kurang mendukung, aku ber-snorkel sehabis hujan dan
awan sedikit mendung akibatnya air laut tidak sejernih di Raja Ampat.
Aku teruskan penelusuran bawah air ini dengan rileks, begitu
menikmati pemandangan taman laut Karang Meong ini. "Kalau saja
dikelola secara profesional pasti pantai Anyer semakin ramai
wisatawan," pikir ku sambil terus mengayuhkan fin.
Satu Setengah jam kami berada disitu. Berhubung cuaca dingin
hingga berpengaruh ke air, Bek berinisiatif untuk menepi karena
dirinya merasa lapar. Tak lama kami paddle kembali, sambil
menyelamkan kepala ke dalam air walaupun tidak jernih tetapi karang
yang bukan di spot utama tidak kalah indah dan menarik, uniknya kami
diikuti ikan kecil berwarna kuning oranye bergaris hitam ditubuhnya.
Ikan itu terus mengikuti hingga beberapa meter dari tepian kemudian
kabur kembali ke tengah.
Setelah menyelam kami beristirahat sekitar 10 menit ditepian
hingga mengentaskan petualangan kami pada hari itu, menakjubkan dapat
melihat taman laut. Menurut ku tak hanya taman bunga di Bogor saja
yang indah, taman bawah laut lebih menakjubkan, pemirsa.
Lagi, dan lagi aku mengentaskan tubuh di pinggiran pantai bertatap
muka dengan pengunjung pantai yang pada hari itu tampak ramai,
walaupun cuaca sedikit mendung. Se-tibanya aku di basecamp langsung,
ku lontarkan pujian ke om Ekeng, pendiri BSC. "Keren om, bagus
banget. Ajib dah, kapan-kapan saya boleh coba lagi nih," kata ku
sambil tertawa kedinginan akibat angin pantai yang lumayan kencang
pada hari itu. Dan sederet pujian lain pun tak bisa diucapkan karena
ketakjuban saya pada karang itu. “Santai lah, kalau udah bisa
sendiri. Pakai aja, peralatannya di basecamp,” kata Om Ekeng.
Membasuh badan menggunakan air biasa membuat badan ini kembali
segar dan tak terasa lengket karena air laut. Kami kembali ke
basecamp, lalu bertemu dengan Om Ekeng ngobrol ngalor-ngidul, ke
sana-kemari. Walaupun seperti itu, kami selipi gelak tawa, lalu
berujung pada pembicaraan kami yang serius, yaknipariwisata Anyer.
Ia mengajak ku untuk turut memperbaiki wisata Anyer terutama
pantainya, langsung semangat di hati ku membuncah begitu diajaknya.
Dipikiran Lelaki berwajah 30 tahunan ini, terdapat beberapa rencana
yang begitu indah dan menarik.
Ia ingin mengelola organisasi pimpinannya menjadi wadah usaha di
bidang jasa yang menawarkan guide secara profesional. Long boat,
Rumpon (tempat mancing ditengah pantai) pun menjadi keinginan nya
untuk investasi ke depan, guna BSC. Walaupun saat ini paket wisata
karakatau, pulau sanghiang, snorkeling dipromosikan secara sederhana,
tetapi tetap dikelolanya dengan profesional. Alhasil banyak wisatawan
yang menggunakan jasa paket wisatanya itu.
Jika saja pemerintah benar-benar peduli dengan sumber daya alam
yang ada. Dan tinggal mengembangkannya secara profesional saja.
Anyer, Kabupaten Serang, Banten, Indonesia akan menjadi destinasi
pariwisata terbaik di dunia dan akan menyedot puluhan juta bahkan
milyaran wisatawan baik nasional maupun internasional.
Semangat untuk memajukan bangsa, wisata Indonesia dan menjaga aset
alam terbaik titipan Allah yang diberikan. Semangat itu tetap ada di
dalam Diriku.
0 komentar:
Posting Komentar