Pengelolaan
wisata, Kelautan dan perikanan Banten belum maksimal
Tidak dapat
kita pungkiri bahwa wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia
mencapai 75,3% dari total wilayah NKRI sendiri. Lautan indonesia
mempunyai keanekaragam hayati maupun nir-hayati. Potensi yang ada
meliputi sumberdaya perikanan, minyak bumi dan gas, jasa lingkungan
(pariwisata bahari) dan transportasi laut. Jika semua potensi
tersebut di manfaatkan secara maksimal, akan mungkin Indonesia dapat
menghasilkan produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada
masa mendatang.
Dulunya
Indonesia ini adalah negara terbesar dengan kekuatan laut yang sudah
mendunia, bukti itu di tunjukkan dengan kapal dagang yang selalu
singgah melalui laut kita tepatnya pada zaman kerajaan majapahit dan
sriwijaya. Kedua kerajaan ini memiliki kejayaan yang berbasis pada
ketahanan ekonomi nasional melalui sentra pelabuhan dan jalur
perdagangan laut yang berimplikasi pada pengembangan potensi pangan
secara mandiri untuk kesejahteraan rakyat. Jika di bandingkan pada
saat sekarang negara kita lebih condong pada pemanfaatan lahan di
darat yang kebanyakan di gunakan untuk kepentingan industri.
Visi membangun
ekonomi indonesia berbasis kelautan untuk mengembalikan kejayaan pada
masa lampau menjadi filosofi berdirinya departemen kelautan dan
perikanan pada tahun 1999 di bawah mandat Presiden KH. Abdurrahman
Wahid (Gusdur). Dalam perkembangannya selama 11 tahun, kementrian
kelautan dan perikanan menjadi cikal bakal motor penggerak ekonomi
Indonesia dalam sebuah gerakan “Revolusi Biru” yakni merubah pola
pikir pembangunan berbasis daratan menuju pada basis kelautan.
Gerakan
Revolusi biru ini telah mengeluarkan kebijakan bersama yang menjadi
dasar gerakan perubahan yakni memperkuat kelembagaan dan SDM secara
terintegrasi, mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan
berkelanjutan, meningkatkan produktifitas dan daya saing berbasis
pengetahuan dan meperluas akses pasar baik domestik maupun
internasional. Dasar ini yang menjadi visi dan misi Kementrian
Kelautan dan Perikanan periode 2010 – 2014 di bawah nahkoda Dr.
Fadel Muhammad melalui visinya “menjadi Negara penghasil produk
kelautan dan perikanan terbesar dunia pada tahun 2015” dengan misi
“mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan”
Merubah cara
berpikir masyarakat indonesia secara luas tentu akan menjadi
persoalan besar yang membutuhkan kerja keras dan sinergi dari
masing-masing daerah khususnya kontribusi pemerintah daerah ke
pemerintah pusat. Dalam hal ini provinsi Banten memiliki potensi
besar dalam kelautan dan perikanan karena wilayah di bagian utara
terdapat pantai dan laut yang begitu luas.
Jika kita
melihat sejarah kapal dagang Belanda pertama kali datang dengan
menginjakkan kakinya di pelabuhan Banten, dengan iming-iming yang
manis Belanda berhasil merebut hati masyarakat Banten yang berujung
pada penjajahan rempah-rempah, wilayah sekaligus produk laut dan
perikanan. Dari peristiwa itu sudah jelas Banten memiliki potensi
yang besar menjadi pelabuhan Internasional sekaligus penghasil produk
kelautan dan perikanan.
Begitu banyak
potensi laut yang berada di wilayah paling ujung pulau jawa ini
terletak diantara jawa barat dan pulau sumatera. Jika kita menilik
sekilas Banten memiliki daerah wisata bahari yang hampir menyamai
pulau bali bahkan di sebut-sebut sebagai pulau bali kedua, pantai
anyer dengan pemandangan langsung ke pulau krakatau yang indah jika
menjelang sore hari sekaligus menikmati sunset sambil bersantai di
pinggiran pantai atau hotel dan cottage yang berderet sepanjang
pantai. Selain itu pulau umang dan tanjung lesung yang memiliki daya
tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Lalu kunjungan ke taman
nasional ujung kulon yang terdapat di kabupaten Pandeglang yang
merupakan salah satu wilayah konservasi alam dunia yang dicanangkan
oleh badan dunia UNESCO, terdapat hutan yang masih alami dan
pengunjung dapat menjumpai badak bercula satu yang hampir punah. Di
tengah-tengah selat sunda terdapat gunung krakatau yang mudah di
akses melalui speedboat dari pantai anyer dan carita, gunung ini
terkenal karena letusannya ke seluruh dunia hingga terdengar di
Australia dan Kolombo. Awan panas terusnya keluar selama seminggu
setelah letusan dan mencapai wilayah Eropa, pesonanya hingga kini
terus di kagumi oleh para wisatawan di seluruh dunia.
Banten harus
di manfaatkan secara maksimal, sungguh di sayangkan apabila
pemerintah dan masyarakat nya tergantung pada keadaan alam saja.
Sikap pemerintah belum maksimal dalam meningkatkan potensi wisata
khususnya di daerah anyer , belum ada infrastruktur yang memadai di
daerah tersebut. Perkembangan nelayan sendiri belum ada upaya khusus
untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat di sekitar anyer, di
tambah masyarakatnya yang hanya mengandalkan peralatan seadanya. Hal
ini perlu di perhatikan secara serius mengingat saat ini perkembangan
teknologi kelautan dan perikanan sudah berkembang maju. Lulusan
universitas maupun sekolah tinggi yang berkonsentrasi pada kelautan
dan perikanan sudah banyak di cetak, apakah hal ini menjadi hambatan
bagi pemerintah daerah apabila mempersalahkan SDM yang kurang mampu
di Banten.
Hal ini
menjadi catatan penting bagi kebijakan pemerintah daerah dan
mayarakat Banten sendiri agar lebih peduli pada potensi yang di
miliki. Hubungan antar mahasiwa, perusahaan industri, dan PemDa harus
sejalan dan sepakat karena saat ini laut Banten penuh dengan limbah
kotor yang menyebabkan populasi ikan turun secara drastis akibat
habitatnya tercemar oleh bahan kimia yang berbahaya. Perlu adanya
kebijakan tegas untuk mengelola limbah yang di hasilkan oleh industri
yang sudah terlanjur berdiri di dekat laut dan limbah pun di buang
melalui laut. Apabila pemerintah tak mampu menjalankan program ini,
civitas akademika Banten mempunyai SDM yang mampu untuk menangani hal
ini.
Budidaya ikan
lele, nila, mujair, bandeng dan lainnya sudah mulai bermunculan. Cara
berpikir masyarakat saat ini sudah lebih luas karena jiwa wirausaha
sudah banyak tumbuh di masyarakat Banten. Selain itu perlu di bangun
suatu lembaga pendidikan yang condong pada belajar-mengajar, yang
memprioritaskan bagi anak pelaku utama perikanan (nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan) dalam hal ini berprestasi dan sebagian
besar berasal dari keluarga tidak mampu seperti Lembaga pendidikan
yang sudah beridiri di Pariaman yaitu SUPM Negeri Pariaman.
Sudah saatnya
Banten lebih berkontribusi dalam gerakan Revolusi Biru yang
dicanangkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, perubahan harus
terjadi. Jika gerakan dilaksanakan secara serentak di pelosok
nusantara tentu produksi kelautan dan perikanan dalam skala nasional
akan meningkat. Sehingga cita-cita “menjadi negara penghasil produk
kelautan dan perikanan terbesar dunia bukanlah sebuah angan-angan
belaka melainkan menjadi cita-cita luhur masyarakat Indonesia yang
patut di perjuangkan bersama karena ini merupakan amanat konstitusi
yakni setiap daerah berhak atas pemerataan pembangunan yang sama guna
“mensejahterakan masyarakatnya” khusus bagi masyarakat kelautan
dan perikanan yang mayoritas tinggal di 75,3% wilayah NKRI.
*sebagian di
kutip dari artikel Nuridin, S.Pi yang berjudul “Memberdayakan anak
nelayan dan mengembangkan ekonomi daerah terpencil melalui lembaga
pendidikan kelautan dan perikanan”.
0 komentar:
Posting Komentar