Selasa, 25 November 2014

Engineers of Happy Land; Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni



Buku Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah koloni yang ditulis oleh Rudolf Mrazek merupakan buku sejarah yang menggunakan pendekatan berbeda dari sejarawan biasanya. Jika Voltaire pernah berkata bahwa fakta-fakta sejarah yang bersifat mikro dan yang tidak membawa kepada suatu tujuan, merupakan beban rintangan belaka bagi sejarah bagaimana barang akut merupakan beban bagi tentara. Namun, pandangan kini berubah fakta-fakta kecil yang dipandang dari sudut pandang sejarah yang luas bukanlah hal yang palsu dan kabur justru sejarah kecil ini lebih dekat dengan kehidupan. Jarak yang tipis itulah membuat sejarah mudah untuk dipahami dan menjadi bagian dalam kehidupan manusia keseharian. Micro history menjadi catatan yang penting dalam sejarah. Bahkan hal yang nampak remeh bisa menjadi catatan sejarah yang sangat berarti. Dari catatan yang kecil-kecil seperti yang ditulis Rudolf Mrazek ternyata mampu membentuk nasionalisme, dan mempengaruhi perubahan sosial.
Rudolf Mrazek berhasil mengungkapkan kejernihan analisis tentang kebebasan kolonialisme, nasionalisme, kesusastraan, revolusi dan kemanusiaan. Berbagai gambaran perkembangan transportasi (dari sepatu, pembangunan jalan, hingga adanya sepeda motor), arsitektur (dari bangunan penjara hingga hunian ber-AC), teknologi optik (dari fotografi hingga deteksi sidik jari), gaya hidup modern (baju dan pakaian), serta munculnya radio dan stasiunnya dideskripsikan secara analistis.
Dalam bukunya ini, Mrazek menganalisa peranan kolonial Belanda dalam membentuk 'bangsa' yang kini Indonesia. Bahwa, betapa modernitas dibawa masuk oleh Belanda ke Hindia ini. Mereka sepertinya beranggapan bahwa Nusantara ini sungguh seperti sehelai kertas yang masih bersih, sepetak kotak pasir yang bisa dibentuk dan dibangun sesuai kebutuhan untuk mengakomodasi koloni-koloni Eropa.
Mereka berusaha membangun replika rumah dan tanah air mereka di tanah koloni Hindia. Mereka membawa kemajuan teknologi dan penemuan termutakhir Eropa demi kenyamanan warga koloni mereka di tanah yang masih buas, liar, terbelakang, namun eksotis mempesona ini. Tetapi, kolonial Belanda rupanya tidak sadar--yang kemungkinan besar orang Indonesia sendiri juga tidak menyadarinya--bahwa penduduk pribumi Nusantara ini bukanlah idiot seperti yang disangkakan.
Akhirnya memang dalam membangun bangsa, yang paling penting bukanlah sains dan teknologi, tetapi sebuah jiwa yang merdeka dan penuh martabat. Teknologi tentu tak bisa langsung merekayasa jiwa manusia, tetapi ia bisa membantu jiwa yang merdeka itu: menjadi ekstensi dari indra, otot dan ingatan. Tanpa jiwa yang merdeka, teknologi hanya menelurkan banyak hal yang menggelikan, juga menyedihkan, cerminan pikiran dan sukma pemakainya. Rasa tak aman sekaligus tak nyaman sebagian besar orang Eropa di Hindia Belanda membuahkan banyak arsitektur, tatabusana atau jaringan lampu penembak cahaya yang terlihat ganjil.
Secara singkat penulis simpulkan bahwa tulisan Mrazek ini ingin menunjukan adanya penanda modernisasi dalam masyarakat Hindia Belanda. Kata-kata teknologi yang digunakan lebih mengacu pada sekumpulan budaya, identitas dan bangsa. Orang-orang di Hindia Belanda, baik orang Indonesia maupun orang Belanda yang ada di Indonesia merasa canggung dengan teknologi-teknologi baru. Pada akhirnya keberadaan teknologi baru ini akan mebuat semangat baru bagi masyarakat Indonesia. Gagasan dan gerakan nasionalisme muncul kepermukaan dalam bentuknya sendiri.



0 komentar:

Posting Komentar