Jumat, 06 Juli 2012

Dari Kampung Code hingga Bertemu Didik Thowok


*Field Study Bali and Jogja 2012 SMAN 2 KS
YOGYAKARTA - Yusuf Ekspresi 

Pagi itu, Rabu (4/7), rombongan siswa SMAN 2 KS yang tergabung dalam program perjalanan Field Study Bali and Jogja 2012 telah berkumpul di pendopo Museum Pangeran Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta. Ini merupakan hari kesembilan dari perjalanan mereka dalam program tersebut.

Sebelumnya, 104 siswa yang mengikuti kegiatan ini telah melakukan penelitian sosial budaya, ekonomi, dan agama di Bali dan Malang. Di Yogyakarta, mereka juga telah berkunjung ke kampus Institut Seni Indonesia (ISI) dan Kampung Code yang berada di bantaran Kali Code, Kota Baru, Yogyakarta.

Kedatangan mereka disambut Slamet Wiraatmadja, pengurus museum. Dari penjelasan Slamet, para siswa banyak mendapat pengetahuan seputar sosok Pangeran Diponegoro. Ia bercerita bagaimana sepak terjang Pangeran Diponegoro mengusir penjajah Belanda dari Tanah Jawa.

Bahkan, para siswa pun diajak berkeliling mengitari monumen. Di salah satu sudut museum, mereka diperlihatkan sebuah tembok yang tengahnya bolong. Tembok ini dikenal dengan nama tembok jebol.

Dulu, Pangeran Diponegoro menjebol tembok ini saat melarikan diri dari kepungan kompeni pada 20 Juli 1825. Slamet pun mengajak para siswa masuk ke dalam museum yang terpisah oleh satu bangunan dari tembok jebol. Di museum ini siswa melihat foto jubah dan makam Pangeran Diponegoro.

Di bagian lain, tampak pula silsilah keluarga Pangeran Diponegoro tertempel di sebuah lemari kayu. “Siapa tahu keluarga saya termasuk di sini,” celoteh Chandra Rosellidinni, salah satu siswa SMAN 2 KS.

Museum ini pun menyimpan banyak benda-benda peninggalan perang Diponegoro. Di antaranya bedil, keris, pedang, tameng, serta tombak. Gamelan pun turut menjadi barang koleksi dari museum ini.

Usai melihat-lihat koleksi bersejarah, siswa beristirahat di pendopo yang terletak di tengah-tengah museum. Kali ini, mereka dijadwalkan bertemu maestro tari, Didik Hadiprayitno, atau banyak dikenal dengan nama Didik Nini Thowok.

Para siswa tampak tak sabar bertemu penari yang sering tampil di televisi dengan penampilan nyentrik dua topengnya itu. Untuk mengisi waktu luang, para guru-guru pun bergantian memberi motivasi para siswa agar tetap bertahan mengikuti program ini.

Mereka tetap menanti. Satu hingga dua jam terlewati. Saat jam menunjukkan pukul 08.30, beberapa kru dari Didik Nini Thowok mulai tampak berseliweran. Mereka mempersiapkan sound system untuk dialog. Ada yang memasang tripod untuk dudukan media perekam yang nantinya menjadi video koleksi Didik dan ada pula yang memasang kamera.

Tiba-tiba ada lighting dari kamera yang muncul di belakang pendopo. Setelah didekati, ternyata Didik Hadiprayitno sedang duduk santai sambil berbincang-bincang dengan salah seorang panitia. Mereka tampak serius berbicara di tengah jepretan kamera dari salah seorang kru.

Acara pun dimulai. Pembawa acara membuka dengan salam dan langsung memanggil sang maestro. “Kita beri tepuk tangan kepada Mas Didik Hadiprayitno,” ujar Eka, pembawa acara.

Pada awal acara, Didik dipersembahkan dua karya lukisan siswa SMAN 2 KS, Chandra Rosellidinni, yang telah dipersiapkan sejak Selasa (3/7) malam. Ia menyambutnya dengan senang, “Terima kasih ini luar biasa, umur kamu masih 17 tahun tapi sudah bisa menceritakan makna dari lukisan itu,” ujar Didik pada Chandra.

Sebelumnya, Chandra mempresentasikan dua lukisannya itu di depan Didik. Dengan semangat ia menjelaskan warna cat yang dipakai dalam karyanya. Setelah menerima lukisan itu, Didik langsung memberi instruksi kepada krunya agar membingkai lukisan itu untuk dipajang di kantornya.

Sang maestro mengawali dialognya dengan menyoroti pentingnya pembinaan generasi muda yang mandiri bagi Indonesia. Ia pun menceritakan dirinya saat pertama kali masuk ISI Yogyakarta pada 1974 lalu. Terpilih sebagai mahasiswa teladan 1976 dan selesai studi S-1 pada 1987.

Saat ini Didik mengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Tari Natya Lakshita yang di Jalan Godean, Yogyakarta. Meski telah terkenal di bidangnya, Didik mengaku masih tetap selalu belajar, memperkaya diri dengan melihat, mendengar, dan merasakan karya orang lain. “Dan selalu melihat dengan mata hati,” kata seniman yang lahir dengan nama Kwee Tjoen Lian ini.

Ia pun berbicara tentang karakter bangsa Indonesia. Menurutnya, karakter bangsa ini dapat dibentuk lewat seni dan budaya. “Seni dan budaya itu tulus, merupakan keindahan dan keagungan Tuhan yang dapat dinikmati serta dipahami,” ungkapnya.

Ungkapan perasaan senang, terlontar dari mulutnya ketika ditanya dapat berkumpul dengan siswa SMAN 2 KS. Menurut Didik, sekolah-sekolah di Indonesia perlu mengadakan sharing seperti ini agar dapat memiliki wawasan tentang berbudaya dan berkesenian. “Belajar dan terus belajar, setidaknya sekarang bisa lewat Youtube. Supaya kalian dapat mengenal bagaimana kayanya seni dan budaya Indonesia, yang begitu dikagumi dunia,” pesannya.

Diakhir dialog, Didik berkenan untuk foto bersama dengan para guru dan siswa. Bahkan ia tak sungkan-sungkan melayani permintaan tanda tangannya ke baju dan kertas yang diajukan siswa. Bahkan foto berdua pun dilayani sang maestro satu per satu.

Koordinator Field Study Bali and Jogja 2012, A Hendrid Suko, bersama guru dan siswa SMAN 2 KS terlihat amat terkesan dan tidak mengira dapat bertemu dengan Didik Hadiprayitno. “Kesederhanaannya membuat kita terkejut, terlebih lagi dia membuka selebar-lebarnya pada siswa yang hendak studi di Yogya, khususnya di ISI, atau berlatih di LKP Tari Natya Lakshita,” katanya.

Suko tampak puas dengan berlangsungnya kegiatan ini. Menurutnya, peran seluruh peserta, panitia, dan orangtua siswa yang mendukung kegiatan ini, menjadi kunci sukses acara. “Kita sangat berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung kegiatan ini. Ke depan, kita juga berencana menerbitkan buku dan video dokumenter kegiatan ini,” ujar Suko. (***)

2 komentar: